Suharti, Suharti (2022) Visi keislaman dan kebangsaan ormas keagamaan di Indonesia. CV. Rizquna, Jawa Tengah. ISBN 978-623-5999-02-9

[img] Text (Buku)
buku Visi Keislaman dan Kebangsaan Ormas Keagamaan di Indonesia.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (2MB)

Abstract

INDONESIA Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Ormas Nahdlatul Wathan, al-Irsyad, dan alWashliyah memiliki visi kebangsaan dan keislaman yang beragam. Visi ini berkembang seiring dengan dinamika sosial politik yang bergejolak di Indonesia pada waktu itu. 1. Nahdlatul Wathan merupakan salah satu Ormas Islam yang memiliki visi dan perspektif kebangsaan sangat nasionalis. Meski demikian, nasionalisme (wathaniyah) Nahdlatul Wathan tidak serta merta “latah” mengikuti trend yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa-Barat sekuler. Nasionalisme yang pedomani oleh Nahdlatul Wathan adalah Nasionalisme-Religius, yaitu nasionalisme yang tidak keluar dari prinsip dan ajaran agama, nasionalisme yang dibangun atas nilai-nilai agama, dan nasionalisme yang bersinergi dengan agama karena dia adalah bagian dari ajaran agama. Dalam banyak hal, visi kebangsaan dan keislaman Nahdlatul Wathan sangat mirip dengan Nahdlatul Ulama. Keduanya menerima Pancasila sebagai asas organisasi, berakidah ahlussunnah wal jamaah, dan sangat menghargai turats Islam sebagai penyambung mata rantai keilmuan Islam. 2. Berbeda dengan Nahdlatul Wathan al-Irsyad hadir sebagai representasi organisasi pembaharu Islam di Indonesia, selain Muhammadiyyah dan Persis. Kehadirannya diwarnai oleh berkembangnya sentiment territorial memposisikan diri menjadi “the other”, yaitu sebagai orang Arab-Hadrami. Dikotomi sosial dan spiritual antara komunitas sayyid dan non sayyid juga ikut meramaikan sejarah awal berdirinya alIrsyad al-Islamiyyah. Kondisi seperti ini membuat al-Irsyad alIslamiyyah, pada wal berdirinya, masih setengah hati menerima Indonesia sebagai Negara. Sentiment keHadramian masih sangat kuat dan memunculkan proyeksiimejiner bahwa meskipun mereka tinggal di Indonesia, negara mereka adalah Hadramaut. Kondisi ini perlahan berubah setelah al-Irsyad Islamiyyah resmi menjadi bagian dari Ormas Islam di Indonesia. Mereka secara mufakat mengakui bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia. Hanya saja, dalam hal menerima Pancasila sebagai asas organisasi, warga al-Irsyad berbeda pendapat yang berujung pada munculnya dua mazhab dalam tubuh alIrsyad, mazhab yang menerima Pancasila dan Mazhab yang menolak Pancasila sebagai asas organisasi. Adapun perspektif keislaman yang dikembangkan oleh al-Irsyad al-Islamiyyah adalah salafiyyah ala para pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, dan Rashid Ridha. Bukan salafiyyah-wahabiyyah sebagaimana yang dikembangkan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab. Hal ini bisa dibuktikan ketika terjadi konflik internal antara pengurus al-Irsyad dengan para pengasuh Pesentren alIrsyad di Tengaran di bahasah Asuhan Ja’far Umar Thalib yang berafiliasi kepada salafiyyah wahhabiyyah. Lazimnya dakwah salafiyyah dan organisasi pembaharu Islam, orientasi keislaman yang dikembangkan oleh al-Irsyad adalah memurnikan ajaran Islam dari segela bentuk penyimpangan (tahayyul, bid’ah, dan khurafat) serta mengembalikan semua praktik keislaman kepada sumbernya yang otoritatif, yaitu alQur’an wa al-Sunnah (al-ruju’ ila al-kitab wa al-sunnah). 3. Adapun al-Washliyyah, eksistensinya sebagai organisasi massa Islam tidak sebesar Nahdlatul Wathan dan al-Irsyad. Pasang surut pengelolaan organisasi membuat al-Washliyyah susah untuk berkembang, ditambah konflik kepengurusan serta tekanan politik rezim orde baru, semakin membuat alWashliyyah menjadi organisasi yang “jalan di tempat”. Visi kebangsaan al-Washliyyah sangat tegas, yaitu menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Bahkan beberapa pendiri organisasi juga banyak yang terlibat dalam perjuangan, baik dalam proses merebut maupun pasca kemerdekaan. Meskipun demikian, dalam hal penerimaan terhadap Pancasila sebagai asas organisasi, alWashliyyah mengalami pasang surut. Di era orde baru, alwashliyah menerima asas tunggal Pancasila, sedangkan di era reformasi al-washliyah Kembali kepada khittah organisasi, yaitu berasaskan Islam. Tidak berbeda jauh dengan NU dan Nahdlatul Wathan, al-Washliyyah mendakwahkan konsep Islam yang moderat dengan berpijak pada akidah ahlussunnah wal jamaah, fikih mazhab syafi’i, dan menghargai turats (karya-karya ulama klasik) sebagai penyambung sanad keilmuan Islam untuk menjaga orisinalitasnya.

Item Type: Book
Uncontrolled Keywords: Nahdhatul Wathan; Al Irsyad; Al Washiliyah
Subjects: 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies
22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220405 Religion and Society
Divisions: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam > Jurusan Pariwisata Syariah
Depositing User: Suharti Suharti
Date Deposited: 07 Dec 2022 07:08
Last Modified: 07 Dec 2022 07:08
URI: http://repository.uinmataram.ac.id/id/eprint/2028

Actions (login required)

View Item View Item