Saladin, Bustami (2022) Pro kontra penafsiran metode tafsir hermeneutik dalam kajian hukum islam. Pustaka Egaliter, Yogyakarta. ISBN 978-623-5440-34-7

[img] Text (Buku)
PRO KONTRA PENAFSIRAN METODE TAFSIR HERMENEUTIK DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (4MB)

Abstract

INDONESIA Penafsiran dengan metode klasik berpendapat bahwa bagi pencuri laki-laki maupun perempuan hukumannya adalah potong tangan, hukuman potong tangan tersebut di sesuaikan dengan nisab atau batas ukuran barang yang di curinya. Berkaitan dengan tobatnya pencuri, menurut penafsiran dengan metode klasik, hukum potong tangan tidak bisa gugur dengan bertaubat sebab tobat seorang pencuri hanya akan menggugurkan hukuman di akherat saja sebagian lagi berpendapat taubat dapat menggugurkan hukuman potong tangan sebelum diserahkan kepada hakim. Berbeda halnya dengan menggunakan metode penafsiran Hermeneutik, menurut penafsiran dengan metode ini hukun potong tangan adalah tradisi sebelum datangnya agama Islam, tujuan di syariatkannya potong tangan ini adalah untuk memberikan efek jera kepada pencuri agar tidak mencuri lagi. Akan tetapi potong tangan akan berdampak merugikan kepada yang di potong tangannya sebab pencuri yang di potong tangannnya akan tidak bisa bekerja lagi untuk mencari nafkah untuk menyambung hidupnya, oleh sebab itu penafsiran dengan metode ini menawarkan tafsir baru hukuman bagi pencuri adalah di penjara atau di pangkas kebebasannya dalam pencara lalu di berikan keterampilan di dalam penjara sehingga begitu keluar dari penjara dia bisa meneruskan kehidupannya dengan bekerja menggunakan tangan terampil yang di miliknya, penafsiran dengan metode ini menolak hukum potong tangan bagi pencuri. Pendapat yang kedua dari metode ini adalah potong tangan adalah opsi paling berat dan paling akhir dari hukuman terhadap para pencuri, kalaulah masih ada hukuman yang lebih ringan maka hendakalah menggunakan hukuman yang lebih ringan dengan memberikan maaf kepadanya tampa hukuman memotong tangannya Hukum poligami dengan menggunakan metode tafsir klasik adalah di bolehkan berpoligami selama dapat berlaku adil, akan tetapi hanya terbatas pada empat istri saja, berlaku adil disini maksudnya, adil terhadap isteri-isterinya dalam masalah makanan, tempat tinggal, dan pakaian dan giliran bermalam bersama masing-masing mereka dan kewajiban-kewajiban yang bersifat materi lainnya bukan adil pada membagi perasaan Berbeda halnya dengan metode penafsiran Hermeneutik metode ini mengatakan bahwa poligami di larang dalam Islam sebab Rasululloh telah melarang Ali untuk menikah lagi, Rasululloh tidak setuju Fatimah di madu oleh Ali, ini menunjukan bahwa hukum poligami di larang dalam Islam. Alasan yang kedua adalah satu ayat membolehkan poligami, sementara dua ayat justru (seakan-akan) menafikan terwujudnya syarat pokok berpoligami yaitu masalah keadilan. Kalau menggunakan proporsi seperti tadi, akan dihasilkan perbandingan dua ayat banding satu. Maka yang menang adalah yang dua ayat, sehingga poligami di larang dalam Islam. Tentang nikah beda agama dalam metode penafsiran klasik berpendapat pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Ahli Kitab di bolehkan dalam syari’at Islam. Mengenai pernikahan laki-laki non-muslim (Ahli Kitab) dengan perempuan muslimah, para ulama pun bersepakat mengharamkannya. Berbeda halnya dengan metode penafsiran Hermeneutik, dengan menggunakan metode ini berpendapat membolehkan perkawinan antara lakilaki non muslim dengan wanita muslimah dengan alasan masalah ini adalah masalah ijtihadi bukan masalah qot’i sebab setiap orang bebas menentukan pasangannya masing-masing 2. Dasar-dasar yang melatar belakangi hasil penafsiran metode klasik tentang hukum potong tangan bagi pencuri, hukum poligami dan nikah beda agama adalah berdasarkan metodelogi tafsir baik dengan cara tafsir bil ma’tsur maupun dengan metode tafsir bil al-ro’yi yaitu menafsirkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadist ataupun menafsirkan al-Qur’ān dengan akal pikiran tanpa melupakan peran al-ur’an dan hadist. Sementara dasar-dasar yang melatar belakangi hasil penafsiran metode Hermeneutik tentang hukum potong tangan bagi pencuri, hukum poligami dan nikah beda agama adalah berdasarkan teori-teori sebagai dasar dalam metode penafsirannya, teori tersebut disesuaikan dengan teks dan konteks, dan dari dasar inilah author (penafsir) dalam metode tafsir Hermeneutik ini menafsirkan al- Qur’an Persamaan dari kedua metode tafsir ini adalah samasama mempunyai tujuan pokok untuk kemaslahatan umat manusia sesuai dengan maqosid syari’ah, akan tetapi di antara keduanya terjadi perbedaan yang menjadi sumber dasar acuan dalam metode penafsirannya Menggunakan metode tafsir klasik terhadap hukum potong tangan bagi pencuri secara sepintas memang terkesan sadis sebab akan berimplikasi kehilangan anggota tubuh bagi si pencuri dan akan menghilangkan kesempatan kerja untuk menyambung hidup baginya, tujuan dari hukuman ini adalah pemberian efek jera kepada si pencuri akan tetapi hukuman ini tidak serta merta di terapkan, tentu harus ada pertimbanganpertimbangan tertentu dan kadar barang yang di curinya pun harus jelas, begitu juga dengan tangan yang akan di potong, kalaulah hukuman ini di terapkan maka akan membuat efek jera bukan hanya efek jera Tentang larangan poligami yang di terapakan oleh metode penafsiran Hermeneutik ini bisa berdampak Pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia sebab dapat memunculkan persoalan sosial kemasyarakatan, larangan tersebut dapat berdampak seperti terjadinya perselingkuhan, perzinahan dan lain-lain, sebab dalam setiap pernikahan tentu ada saja ketidak cocokan, ketidak harmonisan, ketidak nyambungan, bahkan bisa saja ketidak nyambungan tersebut karena seorang isrti tidak dapat memberikan keturunan pada suaminya. Tentang diperbolehkannya seorang muslimah nikah dengan laki-laki non muslim dengan menggunakan metode Hermeneutik, hal ini mempunyai implikasi yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat sebab bisa saja sang suami dapat mempengaruhi agama istrinya, di perbolehkannya laki-laki muslim menikah dengan perempuan non muslim sebagaimana metode tafsir klasik juga mempunyai implikasi besar sebab di zaman sekarang ini banyak juga suami-suami yang terpengerauh oleh istri-istrinya sehingga bisa saja sang suami mengikuti jejak istrinya. 3. Implikasi hasil penafsiran dengan metode Hermeneutik terhadap ayat-ayat ahkam adalah: a. Berimplikasi terjadinya kesataraan gender dalam segala bentuk hukum, bisa saja akan meluas dan berpengaruh ke dalam hukum pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan sama b. Implikasi kedua dari hasil penafsiran dengan menggunakan metode Hermeneutik ini adalah akan menyebabkan kebenaran al-Qur’an tidak lagi menjadi kebenaran yang haqiqi akan tetapi kebenaran yang bersifat teoritis, kebenaran haqiqi tidak akan berubah akan tetapi kebenaran teoritis dapat berubah-rubah c. Implikasi ketiga dengan menggunakan metode tafsir Hermeneutik ini adalah akan menyebabkan kebebasan dalam menafsirkan al-Qur’an tanpa adanya latar belakang ilmu agama, bahan seseorang yang tidak bisa membaca al-Qur’an pun akan menjadi berani menafsirkan ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an dengan hanya dengan berlandaskan teori dan akal pikirannya.

Item Type: Book
Uncontrolled Keywords: tafsir klasik; lughowi; ahkam
Subjects: 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies > 22040301 Al-Quran, Tafsir and related science
Divisions: Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama > Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Depositing User: mrs Nuraeni S.IPi
Date Deposited: 13 Dec 2022 05:58
Last Modified: 13 Dec 2022 05:58
URI: http://repository.uinmataram.ac.id/id/eprint/2062

Actions (login required)

View Item View Item