Sainun, Sainun (2013) Nilai-nilai islam pada praktek mrari' adat masyarakat suku sasak Lombok NTB. In: Antalogi hasil penelitian: Islam dalam pergumulan dengan lokalitas & institusi pendidikan. Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Mataram, Mataram, pp. 1-42.

[img] Text (Book Section)
1. Sainun 1-42.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (632kB)

Abstract

INDONESIA Secara geografis, pulau Lombok termasuk pulau yang paling subur dibandingkan dengan pulau lainnya yang ada di Nusa Tenggara Barat, terutama dalam bidang pertanian. Kesuburan ini tidak lepas dari geografis pulau ini yang letaknya dikelilingi oleh pegunungan di setiap sisinya. Gunung yang sangat terkenal di pulau ini adalah Gunung Rinjani yang berada di bagian pinggir utara wilayah Kabupaten Lombok Timur. Gunung ini termasuk salah satu obyek wisata yang cukup membuat para wisatawan tertarik untuk ingin menikmati keindahan dan keasliannya. Karena keindahannya pulau Lombok menjadi daerah tujuan wisata saat ini, dan didukung pula oleh beberapa tempat indah yang cukup representatif sebagai saksi bisu keberadaan budaya masyarakat Lombok yang sangat beragam. Disamping keindahan fisik alamnya, juga budaya masyarakatnya yang tertuang dalam upacara adat menjadi obyek perhatian yang sangat menarik buat para wisatawan, seperti upacara perkawinan, yang pada pembahasan di belakang akan diuraikan secara detail. Penganut Islam di kalangan masyarakat suku Sasak dengan segala variannya, ada yang dikenal dengan kelompok Islam Wetu Telu, dan kelompok Islam Waktu Lima. Dalam praktik keagamaaan, baik penganut Islam Wetu Telu maupun Islam Waktu Lima, dikalangan mereka masih terlihat kental praktik adat istiadat setempat. Dalam praktik-praktik keagamaan tertentu masih sangat terlihat jelas adanya kedua unsur (nilai Islam dan adat atau tradisi lokal) mewarnai praktik tersebut. Dengan demikian, prosesi upacara adat perkawinan dapat saja dilakukan berdasarkan adat istiadat setempat atau berdasarkan hukum Islam dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi kebiasaan masyarakat setempat. Penelitian ini membatasi diri pada kajian yang terfokus pada upaya menemukan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam setiap tahapan prosesi pelaksanaan adat perkawinan masyarakat suku Sasak Lombok. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan : Pertama, sistem perkawinan yang berlaku dan dianggap legal menurut perspektif adat suku Sasak Lombok terdapat beberapa bentuk, namun yang paling dominan adalah perkawinan yang dalam istilah Sasak disebut dengan merari’, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan membawa lari calon isteri dari rumah orang tuanya ke rumah persembunyian sementara (bale penyeboan) untuk selanjutnya dilakukan perkawinan yang sah secara Islam. Ada tujuh sistem perkawinan yang berlaku bagi masyarakat suku Sasak, yaitu: 1). Memadik, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan cara belako’ (bahasa Sasak = meminta) atau melamar; 2). Melaik atau merari’; 3). Merondong, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan cara menjodohkan laki-laki dan perempuan atas dasar persetujuan diantara keluarga kedua belah pihak karena adanya hubungan kekeluargaan; 4). Peruput, yaitu perkawinan bermasalah karena tidak ada persetujuan dari keluarga kedua belah pihak, dimungkinkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh calon mempelai laki-laki maupun wanita sedangkan mereka saling mencintai; 5). Meneken, yaitu pernikahan yang terjadi karena mempelai wanita datang langsung kepada pihak calon mempelai laki-laki untuk dinikahkan; 6). Ngukuh, Perkawinan semacam ini terjadi apabila pihak laki-laki menawarkan diri kepada pihak keluarga perempuan untuk segera dinikahkan; 7). Merugul. Pernikahan dengan sitem ini terjadi karena laki-laki telah memperkosa perempuan yang nantinya akan menjadi calon isterinya. Kedua, Tradisi yang umumnya berlaku di kalangan masyarakat suku Sasak Lombok, bahwa setiap perkawinan dilakukan dalam tiga tahapan prosesi, yaitu 1). Tahap sebelum perkawinan; 2). Tahap pelaksanaan perkawinan; 3). Tahapan pasca perkawinan. Midang adalah kegiatan sebelum pelaksanaan perkawinan, yaitu tahap perkenalan. Kegiatan yang termasuk bagian dari tahapan ini adalah ngujang,yaitu peminangan yang dilakukan di luar rumah orang tua perempuan yang diharapkan akan menjadi calon isterinya. Pertemuan dalam bentuk ini biasanya terjadi di tempat kerja, seperti di sawah atau tempat kerja lainnya. Termasuk juga dalam kegiatan midang ini adalah bejambe’ atau mereweh, yaitu pemberian sesuatu oleh laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pemberian ini bertujuan untuk menarik hati si perempuan, sebagai bentuk keseriusan cintanya terhadap perempuan yang nantinya diharapkan menjadi calon isteri. Pemberian dalam bentuk ini biasanya berupa makanan atau buah-buahan atau lainnya yang disenangi oleh perempuan pujaan hatinya tersebut. Tahap pelaksanaan perkawinan dilakukan dengan beberapa tahap mulai dari melarikan calon isteri (merari’), sejati, pemuput selabat, akad nikah secara Islami, yang diakhiri dengan kegiatan sorong doe dan nyongkolan. Sedangkan tahapan kegiatan pasca perkawinan adalah kegiatan dalam bentuk saling mendekatkan hubungan kekeluargaan diantara kedua belah pihak. Kegiatan pasca perkawinan dalam adat suku Sasak disebut dengan bales nae, yaitu kunjungan keluarga dekat pihak pengantin laki-laki ke rumah keluarga pengantin perempuan dengan tujuan mempererat hubungan silaturrahmi antara kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya melibatkan keluarga dekat dari pengantin laki-laki yang pelaksanaannya sehari setelah acara nyongkolan dilakukan. Ketiga, Upacara adat perkawinan suku Sasak Lombok sejak tahap awal (midang) sampai akhir dari psosesi merari’ yaitu bales nae sarat dengan nilai Islam. Midang misalnya mengandung nilai silaturrahmi yang demikian tinggi dan saling menghargai dan menghormati ditonjolkan terutama antara laki-laki peserta kompetisi cinta. Pada proses melarikan, nilai Islam yang nampak adalah pada proses tersebut, pelarian calon isteri dilakukan oleh wanita yang menjadi kepercayaan laki-laki calon suaminya yang sebelumnya telah diperoleh kesepakatan dari orang tua perempuan tersebut. Demikian pula pada upacara sorong doe dan nyogkolan dimana bahasa tembang yang dilantunkan penuh dengan pesanpesan moral agama termasuk di dalamnya mengajarkan sopan santun dan nasihat perkawinan menurut ajaran Islam menjadi isi pokok dari tembang yang dilakoni oleh para pembayun. Demikian pula pada acara pasca perkawinan, yaitu kunjungan semua keluarga dekat pengantin laki-laki kepada keluarga dekat pengantin perempuan dalam rangka mempererat hubungan silaturrahmi antara kedua belah pihak, yang hal tersebut merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan oleh Islam.

Item Type: Book Section
Uncontrolled Keywords: upacara adat; suku sasak lombok; merari
Subjects: 20 LANGUAGE, COMMUNICATION AND CULTURE > 2002 Cultural Studies > 200207 Sasak, Samawa, or Mbojo Cultural Studies
22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies > 22040304 Fiqh, Ushul Fiqh, Islamic Jurisprudence, and related science
22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220407 Studies in Religious Traditions (excl. Eastern, Jewish, Christian and Islamic Traditions)
Divisions: Fakultas Syariah > Jurusan Hukum Keluarga Islam
Depositing User: mrs Nuraeni S.IPi
Date Deposited: 09 Feb 2022 04:54
Last Modified: 22 Sep 2022 02:08
URI: http://repository.uinmataram.ac.id/id/eprint/961

Actions (login required)

View Item View Item