Jumarim, Jumarim and Asyari, Akhmad and Nuruddin, Nuruddin (2013) Dilema desentralisasi pendidikan Ma'arif NU di Nusa Tenggara Barat. In: Antologi hasil penelitian Islam dalam pergumulan lokalitas & institusi pendidikan. Pusat Peneltian dan Penerbitan LP2M IAIN Mataram, Mataram, pp. 279-310.

[img] Text (Book Section)
11.Jumarim 279-310.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (553kB)

Abstract

INDONESIA PP LP Ma’arif NU menetapkan kebijakan desentraliasi penuh dalam penyelenggaran dan pengelolaan satuan pendidikan Ma’arif NU yang dinyatakan dalam satu rumusan kebijakannya bahwa “setiap satuan pendidikan yang dikelola di bawah naungan LP Ma’arif NU mempunyai susunan organisasi yang sesuai dengan jenis, jenjang, ruang lingkup, bidang tugas, dan besarnya rombongan belajar/kelas masing-masing”. Desentralisai kewenangan kepada lembaga pendidikan NU ini meliputi hak kepemilikan atas semua asset pendidikan termasuk pengadaan, pengelolaan dan pengembangannya, penentuan struktur organusasi di sekolah, keuangan, standar SDM tenaga pendidik dan kependidikannya, bahkan termasuk manajemen pembelajarannya; kurikulum, evaluasi dan sebagainya. Lantas, dimana dan bagaimana peran, tugas dan fungsi LP Ma’arif NU NTB yang dibentuk sebagai departementasi PWNU NTB bidang pendidikan? Inilah problem dasar yang digali dalam penelitian ini. Dan untuk dapat menggeneralisir peran, tugas dan fungsi PW LP Ma’arif NU NTB dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan NU, maka penelitian ini menempatkan atau menjadikan Yayasan Pendidikan Islam al-Ma’arif Mataram dan satuan pendidikan yang dikelolanya sebagai lokasi penelitian dengan mempertimbangkan posisinya sebagai satu-satunya jenis lembaga yang mendekati model pertama pola pendirian dan pengelolaan sataun pendidikan NU, yaitu didirikan oleh LP Ma’arif NU, dan satuan pendidikannya diselenggarakan dan dikelola langsung oleh LP Ma’arif NU. Jenis penelitian yang digunakan adalah gabungan antara studi pustaka (library research) dengan studi kasus (case study) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Karena data yang digali dan ditemukan dikelompokkan dalam dua bentuk, yakni data verbal dan non verbal, maka observasi, wawancara lepas dan mendalam, dokumentasi dan bedah dikumen adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan data. Sebagai akibat dari pendekatan kwalitatif, maka secara sadar peneliti memposisikan diri sebagai instrument kunci penelitian sebagaimana disyaratkan Lexy J. Moleong, yaitu berperan langsung sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analis data, mengambil kesimpulan dan sekaligus membuat laporan dan mempertanggungjawabkan hasil penelitian. Otonomisasi/desentraliasi kewenangan penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan Ma’arif NU di NTB kepada pihak lembaga yang didirikan oleh warga NU seharusnya diimbangi dengan persyaratan yang ketat untuk dapat dinyatakan berafiliasi dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, minimal melalui proses uji-coba dan system akreditasi. Dengan demikian, NU melalui LP Ma’arif NU NTB dapat berperan dalam meningkatkan kwalitas penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan Ma’arif NU NTB, yang –saat ini—kwalitasnya sudah sangat banyak. Lebih lanjut, keberadaan symbol NU dan atau Logo Ma’arif NU dalam satuan pendidikan Ma’arif NU betul-betul membawa “barakah” bersama baik secara kwantitatif maupun kwalitatif. Dan sebaliknya tidak terjadi, ada symbol NU dan atau Logo LP Ma’arif NU melekat sebagai identitas satuan pendidikan tertentu, tetapi tak kunjung membawa “barakah”, akibat dari –satu sisi-- NU “jual murah” mengizinkan simbolnya melekat menjadi identitas sebuah sataun pendidikan, tetapi –sisi lain—pihak pengelola satau pendidikan dimaksud sangat pelit atau tertutup untuk “diintervensi” apalagi untuk aktif melakukan koordinasi dan konsultasi kepada LP Ma’arif NU. Sebab, dengan terbatasnya peran, tugas dan fungsi LP Ma’arif NU NTB hanya pada wilayah koordinasi dan fasilitasi, maka masing-masing lembaga dan satuan pendidikan yang berafiliasi dengan Ma’arif NU akan berjalan sendiri-sendiri sesuai selera dan kemampuannya. Kwalitas antara yang satu dengan yang lainnya jomplang bahkan terjadi jurang pemisah yang tajam, seolah tidak memiliki lembaga payung besar –PW LP Ma’arif NU NTB--yang menaunginya. Bahkan lambat laun, hubungan emosional-ideologis antara lembaga pendidikan NU dengan NU sebagai jam’iyyah akan pudar dan putus dengan sendirinya seiring dengan beragamnya pilihan organisasi dan ideology di internal keluarga besar para pengelola lembaga pendidikan NU itu sendiri yang terus beralih generasi. Hal ini sudah dapat dibuktikan dengan peristiwa keluarnya beberapa pondok pesantren dari naungan NU dan membentuk organisasi sendiri bernama rabithah pada tahun 1968. Juga dengan keluarnya secara permanen pondok pesantren Jamaluddin Aikmel, dari semula berafiliasi NU yang berhaluan Ahlussunah wal Jama’ah dan senantiasa menjadi sasaran pem-bid’ah-an oleh gerakan pembaharuan Islam dari semenjak berdiirnya di Surabaya justru menjadi bagian dari kelompok Wahabi yang gencar melancarkan prototyfe bid’ah kepada NU sendiri. Termasuk sikap tertutup pihak yayasan Pendidikan Islam al-Ma’arif Mataram dari intervensi langsung pengurus NU baik dalam struktur Yayasan maupun dalam manajemen penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan yang diselenggarakannya, padahal sejarah pendiriannya jelas-jelas diprakarsai langsung oleh Pengurus NU baik Pengurus Wilayah NU NTB maupun Pengurus NU Lombok Barat. Wallahu a’lamu Bi alShawab

Item Type: Book Section
Uncontrolled Keywords: khittah NU; pendidikan Ma’arif NU; ada symbol NU
Subjects: 13 EDUCATION > 1301 Education Systems > 130199 Education systems not elsewhere classified
13 EDUCATION > 1303 Specialist Studies In Education > 130311 Indonesian Peoples Education
Divisions: Fakultas Syariah > Jurusan Ilmu Falaq
Depositing User: mrs Nuraeni S.IPi
Date Deposited: 11 Feb 2022 08:04
Last Modified: 11 Feb 2022 08:04
URI: http://repository.uinmataram.ac.id/id/eprint/971

Actions (login required)

View Item View Item