Adabiyah, Radiyatun (2022) Kritik konsep kenabian perspektif Ibnu Sina. Pustaka Egaliter, Yogyakarta. ISBN 978-623-5440-37-8
![]() |
Text (BUKU REFERENSI)
BUKU _KRITIK KONSEP KENABIAN PERSPEKTIF IBNU SINA (1).pdf - Published Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (9MB) |
Abstract
INDONESIA Setiap agama yang ada tentu mendasarkan ajaran-ajarannya pada wahyu. Seorang nabi tidak lain adalah manusia biasa yang diberi kekuatan untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Al-Fârâbî dan Ibnu Sînâ yang memiliki pengaruh yang sangat besar di dunia intelektual. Pengetahuan tentang kenabian ini lebih dikenal sebagai “filsafat kenabian”. Ibnu Sînâ dalam memaparkan persoalan kenabian, ia mengakui bahwa kenabian itu dimiliki oleh nabi yang disebutnya dengan intuisi suci yaitu suatu daya paling tinggi yang dapat diperoleh manusia sebagai nabi, dengan daya inilah para nabi dapat melakukan kontak langsung dengan Akal Aktif tanpa harus bekerja keras. Selain dari itu, Ibnu Sînâ juga mengakui pernyataan al-Fârâbî bahwa kenabian juga terjadi akibat emanasi dari Akal Aktif. Pernyataan yang mendasarkan pada pencapaian Akal Aktif tersebut menuai berbagai berdebatan di kalangan dunia filosof. Ibnu Sînâ dan al- Fârâbî berbeda dari filosof muslim lainnya seperti al-Ghazâlî, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyyah, al-Jâbirî. Al-Ghazâlî, sangat menentang teori kenabian dari al-Fârâbî dan Ibnu Sînâ Dalam pemikiran al-Ghazâlî, kenabian dapat diakui menurut riwayat dan dapat diterima menurut pertimbangan pikiran. Berbeda halnya dengan pemikiran Ibnu Rusyd tentang pembahasan yang sama. Ibnu Rusyd tidak menyalahkan filosof-filosof sebelumnya karena teori kenabian yang telah dibuat oleh para filosof dapat diterima keseluruhannya. Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa bid’ah mendasar dari para filosof terletak pada kenyataan mereka mengukuhkan bahwa asal wahyu adalah Akal Aktif, tetapi doktrin yang mereka gunakan masih bersifat manusiawi.
Actions (login required)
![]() |
View Item |